Kamis, 28 Juni 2012

////

Hikayat // Dunia Sisa

HIKAYAT SANG PEMEGANG API

Pernah terdengar cerita tentang seorang pemegang api.
Dalam genggamannya seberkas api kecil berpijar.
Memberikan seberkas sinar merah menyala.
Menerangi satu sudut gelap dalam setiap langkah.
Menjadi lentera dalam perjalanannya.
Memicu tiap butir semangat dalam hari-harinya.

Dalam setiap langkahnya, api itu selalu terjaga.
Senatiasa bersinar dan berpijar
Perlahan dalam genggaman kian membesar.
Semakin menawarkan daya tarik pesona.
Seolah langkah hidupnya bergantung pada nyalanya.
“ Tidak mungkin aku mampu berjalan tanpamu, apiku! ”
Dia pun semakin menjaga nyala api itu,
Mendekap dan merangkulnya.
Kian lama kian dekat dalam jiwanya.
Nyala api itu tertawa.

Pada sepenggal waktu yang berbeda.
Kisah mereka tak lagi sama.
Kobaran api itu kian lama kian membesar.
Menyelimuti,
Dan mengelilingi seluruh jiwanya.
Menutupi,
Dan membutakan mata dan pikirannya.
Menggelayuti,
Dan membebani tiap langkahnya.
Membuatnya berjalan gontai mengikuti ke mana api itu bergerak.
Membuatnya reaktif terhadap segala geliat sang api.
Membuatnya tidak fokus dengan selalu memandangi api itu setiap saat. 

Hei, sadarlah kawan!
Jalan di depanmu masih terlalu panjang untuk sejenak tak kau hiraukan.
Cita-citamu masih terlalu dini untuk sejenak tak kau pikirkan.
Masyarakatmu telah lama berharap untuk kau selamatkan.
Lantas apakah yang kau lakukan di ruang kotak kecil ini?
Hanya bersenda gurau dan memainkan sang api?
Atau bermanja dengan kehangatan sang api?
 


Tersentak sejenak oleh sengatan api yang memerah,
Pemegang api itu tersadar.
“ bukan api ini tujuanku “
“ bukan kehangatannya yang aku butuhkan “
“ bukan pula terangnya yang membuatku berjalan “
“ tapi jalan ini adalah pilihan hidup yang harus kutempuh “
“ dan idealisme ini yang membuatku tetap bertahan “
 


Perlahan pemegang api itu membuka genggamannya.
Melepaskan perlahan kobaran dari tangannya.
Sesekali telihat kilauan air mata dari dua sudut matanya.
Melepaskan api itu,
Membiarkannya bergerak dengan leluasa.

Dan pernahkah kau tahu?
Pemegang api itu adalah aku!

Aku biarkan api itu bergerak turun dari cengkeramanku.
Aku biarkan api itu melintasi batas bayang-bayangku.
Aku biarkan api itu membakar jalan yang terhampar.
Api itu terus bergerak.
Menjalar ke depan dan terus ke depan.
Menerangi setiap jalan yang selama ini gelap kutempuh.
Kurasakan kini jalan ini lebih terang.
Kurasakan jalan ini begitu bercahaya.
Dan baru sekarang aku sadari, betapa teramat indah,
Bila api itu bergerak dan menari menyusuri jalan ini.
Bukan terdiam dan membeku dalam genggamanku.

Sesekali api itu berhenti, menatapku dan berujar.
“ hey, ngapain kamu disitu terus? “
“ kejar aku kalau kau bisa! “

Dengan kilauan yang semakin cerah, api itu kembali berjalan kedepan.
Semakin jauh ke depan.
Menyusuri setiap jengkal jalan yang tersisa.

Aku tak mau tetap terdiam di sini.
Aku mencoba mengejar kobaran api itu.
Aku akan terus berlari,
Aku tidak akan berhenti!

Aku telah mengejarnya.
Api itu kini di dekatku.
Bukan dalam genggamanku yang akan melukaiku.
Bukan dalam jiwaku yang akan membuatku rapuh.
Tapi dia bergerak disampingku.
Memberiku dorongan untuk terus maju.
Kami bergerak bersama.
Menyusuri setiap jalan yang tersisa.
Dengan begini aku bisa lebih fokus dari langkahku sebelumnya.
Bahkan aku dan api itu kini semakin bersaing.
Siapakah yang mampu menyusuri jalan ini lebih dahulu.
“ Ya, tentulah itu aku! “ ujarku.

Aku berusaha untuk tetap melihat kedepan.
Pada jalan lurus yang selama ini aku impikan.
Takkan lagi kupandangi api itu berlari,
Takkan lagi kunanti api itu di kala sepi.
Sedangkan aku hanya terdiam di langkah ini.

Kadang sesekali kuperlambat langkahku,
Kutolehkan kepalaku,
Dan kulirik api kecilku.
Betapa berbedanya dia kini.
Begitu banyak karya yang telah dia raih.
Dalam hati aku berkata kepadanya
“ stay on the line, api kecilku! ”
Bukan disini tempat kita berteduh,
Bukan sekarang waktu kita berpeluh.
Tapi disanalah, di ujung jalan itu, tempat kita bersatu.

Tanpa aku sadari,
Api itu pun sejenak menoleh kepadaku,
Tak terucap sepenggal kata darinya.
Namun hanya satu tatapan penuh makna.
“ stay on your track! “
“ jangan gantungkan langkahmu padaku ”
“ kau bisa berlari lebih dari itu, fan “
“ aku sangat yakin kau pasti bisa! ”

Dalam diam api itu membesarkan kobarannya,
Mempercepat langkahnya,
Aku pun begitu.
Dan kembali lagi seperti dulu
kami pun kembali berpacu!
(kutulis semua ini sebagai ungkapan terima kasihku,
kepada semua yang telah menjadi api dalam hidupku.
Jalan ini tidak akan terasa indah bila tiada kalian di sampingku.)

03022008
DESCIENTIST



(Remaja, pikiran & perasaan yang sedang membara, adalah hal yang sangat lekat. Ternyata orang sepertiku pun pernah mengalaminya. Berada pada langkah yang seharusnya belum waktunya ditapaki. Mungkin dengan diam sejenak, pikiran akan lebih jernih untuk memutuskan. Beruntungya, itu sudha ku lakukan)


Apakah saudara pernah merasa sedang membara? 

0 Reactions to this post

Add Comment

    Posting Komentar